Ajajil – pemimpin para malaikat yang terusir dari Taman Surga dan kini dijuluki sebagai Sang Iblis – pada suatu hari mendengar ramalan bahwa keturunan Sayid Sis (putra Nabi Adam) kelak akan menjadi para pemimpin dunia. Maka, Ajajil pun berdoa memohon kepada Tuhan supaya bisa menyatukan keturunannya dengan keturunan Sis. Doa tersebut dikabulkan Tuhan. Malaikat Ajajil kemudian mendapatkan seorang anak perempuan yang diberi nama Dewi Dlajah.
Malaikat Ajajil kemudian membawa Dlajah – yang wajahnya diserupakan dengan Mulat – untuk disusupkan ke negeri Kusniyamalebari. Sementara itu Mulat yang asli disembunyikan oleh Ajajil. Setelah mengandung benih Sis, barulah Dlajah diambil oleh Ajajil, serta Mulat yang asli dikembalikan.
Beberapa waktu kemudian, bersamaan dengan terbitnya matahari, Mulat melahirkan dua orang anak Sis. Yang satu berwujud bayi normal, sedangkan yang satunya berwujud cahaya. Di lain tempat pada saat matahari terbenam, Dlajah juga melahirkan putra Sis namun berwujud darah yang berkilauan. Diam-diam Ajajil membawa “cucunya” itu untuk dipersatukan dengan putra Mulat yang berwujud cahaya. Terciptalah seorang bayi laki-laki yang tubuhnya memancarkan cahaya tapi tidak bisa diraba. Nabi Adam kemudian memberikan nama kepada kedua cucunya tersebut. Bayi yang bertubuh normal diberi nama Anwas, sedangkan yang memancarkan cahaya diberi nama Anwar.
Sayid Anwas tumbuh menjadi seorang pemuda yang gemar belajar ilmu agama, sedangkan Sayid Anwar gemar menjalani tapa brata. Anwar pernah menjalani tapa berat di dalam Hutan Ambalah. Di sana ia bertemu seorang pendeta yang sebenarnya samaran Ajajil. Kepada pendeta itu ia mendapatkan berbagai macam ilmu kesaktian. Anwar kemudian kembali ke Kusniyamalebari. Nabi Adam meramalkan kelak cucunya itu akan keluar dari syariat agama yang ia ajarkan.
Beberapa waktu kemudian Nabi Adam meninggal dunia pada usia 990 tahun. Anwar merasa heran karena kakeknya itu seorang nabi tapi mengapa masih tetap saja tidak luput dari kematian. Ia pun pergi berkelana untuk mencari cara agar bisa hidup abadi.
Anwar kemudian dijemput oleh Malaikat Ajajil – kakeknya – untuk diajak ke Tanah Lulmat (Kutub Utara) demi menggapai cita-citanya itu. Setelah bertapa cukup berat, Anwar mendapatkan Tirtamarta Kamandalu, suatu air kehidupan yang berasal dari lautan rahmat, yang terpancar dari mustika awan. Setelah mandi air tersebut, Anwar pun menjadi makhluk abadi. Malaikat Ajajil memberikan cupu pusaka bernama Astagina sebagai wadah air tersebut untuk diberikan kepada anak cucu Anwar. Cupu tersebut semula adalah pusaka Nabi Adam.
Dalam perjalanan pulang Anwar menemukan pohon pusaka bernama Rewanyang akarnya bisa digunakan untuk menghidupkan orang mati di luar takdir. Anwar mengambil akar pohon tersebut sebagai pusaka yang diberi nama Lata Mahosadi. Setelah berpisah dengan Ajajil yang kembali ke alamnya, Anwar tiba-tiba menderita linglung. Ia kehilangan jalan pulang ke rumahnya (negeri Kusniyamalebari) sehingga berkelana tak tentu arah sampai ratusan tahun lamanya.
Selanjutnya Anwar berguru kepada dua malaikat bernama Harut dan Marut yang mengajarinya ilmu tentang bahasa segala jenis makhluk, baik yang nyata maupun gaib. Anwar kemudian bertanya kepada gurunya di mana letak surga dan neraka. Kedua malaikat tersebut berbohong bahwa surga dan neraka terletak di hulu sungai Nil.
Tanpa rasa curiga Anwar berjalan menyusuri sungai Nil dan di sebuah lembah ia bertemu putra-putri Nabi Adam yang berumur panjang bernama Lata dan Ujya. Kepada keduanya ia belajar ilmu melihat masa depan.
Anwar kemudian melanjutkan perjalanan sampai ke mata air sumber sungai Nil yang terletak di lereng sebuah gunung. Di sana terdengar suara Malaikat Ajajil memanggilnya untuk naik ke puncak. Ajajil yang menyamar sebagai kakek tua mengaku sebagai utusan Tuhan yang menyerahkan permata Retnadumilah kepada Anwar. Dengan memasuki permata itu, Anwar dapat menyaksikan keindahan surga dan kengerian neraka.
Karena sifat tulus dan yakinnya, Anwar berhasil meraih cita-citanya meskipun semula dibohongi oleh Harut dan Marut. Atas petunjuk Ajajil, selanjutnya Anwar berkelana ke arah timur sampai di Pulau Dewa. Pulau ini merupakan gabungan dua buah pulau bernama Lakdewa dan Maldewa. Di sana ia bertapa menghadap arah peredaran matahari pada siangnya, dan berendam di air pada malamnya. Setelah tujuh tahun, Anwar berganti raga menjadi makhluk halus. Ia dipuja dan disembah bangsa jin dan siluman di sekitar tempatnya bertapa.
Anwar kemudian menjadi dewa pertama yang bergelar Sanghyang Nurcahya. Ia membangun sebuah kahyangan indah yang melayang di atas puncak gunung tempat ia bertapa.
Pada suatu hari raja jin Pulau Dewa yang bernama Prabu Nurradi datang untuk menantang Nurcahya karena merasa tersaingi. Setelah bertarung adu kesaktian, Nurradi akhirnya mengaku kalah. Ia menyerahkan seluruh kekuasaannya kepada Nurcahya. Putrinya yang bernama Nurrini juga diserahkan sebagai istri Nurcahya. Dari perkawinan itu lahir seorang putra berbadan halus, bernama Nurrasa.
Sanghyang Nurcahya menuliskan kisah hidupnya dalam kitab pusaka Pustakadarya yang tidak berwujud namun bisa berbunyi bila dipikirkan saja. Bersama dengan pusaka-pusaka yang lain (Tirtamarta Kamandanu, Lata Mahosadi, Cupu Astagina, dan Retnadumilah), kitab tersebut diwariskan kepada Nurrasa setelah putranya itu dewasa. Selanjutnya, Nurcahya pun bersatu ke dalam diri Nurrasa.