Kekuasaan Batara Guru semakin lama semakin bertambah besar. Akan tetapi, ada sebuah daerah yang menolak memujanya. Yaitu daerah bekas negeri Nabi Suleman dahulu, negeri Banisrail. Sudah berkali-kali para dewa diutus ke sana untuk menyampaikan ajaran kahyangan Tengguru, namun selalu mengalami kegagalan. Berbagai cara telah dilakukan antara lain, menggunakan ilmu kesaktian namun tetap saja tak berhasil.
Kemudian Batara Guru mengerahkan ilmu sihir (waktu itu belum diharamkan) untuk menaklukkan bangsa Banisrail. Maka muncul wabah penyakit yang melanda negeri yahudi dan ibrani tempat bangsa Banisrail tinggal. Namun demikian, para pemuka agama mereka tetap teguh dan tekun berdoa. Dan wabah tersebut pun sirna.
Batara Guru semakin gelisah hatinya. Di tengah kebingungannya, ia memutuskan untuk menundukkan bangsa Banisrail dengan jalan peperangan. Ia memerintahkan Batara Ramayadi beserta puteranya yang bernama Batara Anggajali untuk menciptakan berbagai senjata dan peralatan perang.
Kedua mpu kahyangan itu pun menjalankan tugas mereka. Batara Ramayadi bekerja di atas mega, sementara Batara Anggajali mengerjakannya di atas laut. Cara menciptakan senjata cukup dengan pijatan tangan dan kaki mereka. Tahap akhir dari pembuatan senjata tersebut , mereka sepuh dengan jilatan lidah. Senjata yang mereka ciptakan antara lain Alugara, Musala, Trisula, Kunta, Cakra, Nanggala, dan Limpung.
Setelah selesai, senjata itu dipersembahkan kepada Batara Guru. Dengan gembira dibagikannya senjata itu kepada para dewa dan memerintahkan mereka untuk menyerang negeri Banisrail.
Perang besar pun terjadi. Bangsa Banisrail mengalami kekalahan besar. Akan tetapi para pemimpin mereka tetap bersiteguh memeluk agama lama, yaitu menyembah Yahweh. Tidak sanggup menghadapi kesaktian para dewa, mereka pun mengungsi ke hutan-hutan dan pegunungan, kemudian kembali lagi pada jaman Zionisme.
Akan tetapi di tengah puncak kemenangannya, Batara Guru mendapat bisikan gaib. Bahwa tidak sepantasnya ia memaksakan ajaran kepada Banisrail. Mereka ditakdirkan untuk tidak memeluk ajaran Kahyangan Tengguru. Sebaliknya kelak akan lahir di antara Banisrail itu, seorang pemimpin suci yang akan menentang ajaran Kahyangan Tengguru.
Mendengar petunjuk tersebut, Batara Guru gelisah hatinya namun tak kuasa membantah. Ia memanggil pasukannya untuk kembali ke kahyangan.
Beberapa tahun kemudian, sabda gaib itu menjadi kenyataan. Di tengah bangsa Banisrail lahir seorang putera dari rahim seorang gadis bernama Siti Mariam. Putera tersebut diberi nama Isa. Ketika Isa berumur satu bulan, Batara Guru dan kelima putera mendatanginya tanpa menunjukkan diri.
Batara Guru merasa heran ketika melihat bayi Isa yang dulu pernah diramalkan akan membuatnya terusir dari Tengguru ternyata tidak menunjukkan keistimewaan apa pun. Isa masih digendong ibunya, tidak seperti dirinya yang waktu masih bayi dulu sudah bisa terbang. Tiba-tiba, keajaiban terjadi. Kaki kiri Batara Guru mendadak lumpuh, beruntung ia bisa terbang dan juga mempunyai kendaraan berupa Lembu Andini.
Batara Guru dan para puteranya sangat terkejut. Ia mengakui bahwa Isa benar-benar bayi yang diramalkan oleh sabda gaib dahulu. Ia memutuskan untuk kembali ke kahyangan Tengguru dan menunggu datangnya peristiwa itu.