Serat Paramayoga: Kisah Antaga, Ismaya, dan Manikmaya

Sanghyang Tunggal dan yang bertahta di Kerajaan Keling, telah memiliki tiga orang putera dari Dewi Darmani yaitu Sanghyang Rudra, Sanghyang Darmastuti, dan Sanghyang Dewanjali. Ketiganya berwujud halus. Sanghyang Tunggal prihatin dan berkeinginan untuk mempunyai putera lagi yang bisa memiliki wujud halus dan wujud kasar agar bisa menguasai tiga lapisan dunia.

Setelah membaca Kitab Pustaka Darya, akhirnya Sanghyang Tunggal tertarik dengan kisah perjalanan Sanghyang Nurcahya. Ia memutuskan untuk meniru sang kakek buyut, yaitu bertapa untuk mencapai cita-citanya. Tahta kerajaan Keling diturunkan kepada putera sulungnya yaitu Sanghyang Rudra.

Sanghyang Tunggal kemudian bertapa tidur di atas sebuah Batu Datar. Begitu heningnya ia bertapa, ketika terbangun ia telah berada di sebuah istana indah di dasar samudera. Ternyata ia telah diculik oleh raja siluman kepiting bernama Sanghyang Yuyut untuk dinikahkan dengan Dewi Rakti, puteri sang raja. Dewi Rakti mengaku pernah bertemu dengan Sanghyang Tunggal di alam mimpi, dan jatuh hati kepadanya. Karena merasa ini adalah jalan untuk mewujudkan cita-citanya, Sanghyang Tunggal pun menerima lamaran tersebut.

Beberapa waktu kemudian Dewi Rakti melahirkan putra Sanghyang Tunggal, namun tidak berwujud bayi normal, melainkan berwujud sebutir telur bercahaya. Sanghyang Tunggal sangat kecewa dan berniat membanting telur tersebut. Secara ajaib, telur itu melesat terbang di angkasa. Sanghyang Tunggal pun mengejar ke mana perginya telur bercahaya itu.

Telur ajaib itu masuk ke dalam kahyangan di Gunung Tengguru. Pada saat itu, Sanghyang Wenang sedang menerima kunjungan kakaknya yaitu Sanghyang Darmajaka. Sanghyang Darmajaka sendiri ditemani putera ke empatnya, yaitu Sanghyang Caturkanaka. Begitu telur itu datang, Sanghyang Wenang langsung menangkapnya. Tidak lama kemudian Sanghyang Tunggal tiba dan menceritakan asal-usul telur tersebut.

Sanghyang Wenang memahami kegundahan puteranya yang merasa gagal meraih cita-cita. Ia mengajak Sanghyang Darmajaka untuk mencipta telur itu agar menjadi bayi normal. Mula-mula Sanghyang Darmajaka mengambil cahaya telur tersebut dan diciptanya menjadi bayi laki-laki yang diberi nama Batara Narada dan dijadikan anak angkat Sanghyang Caturkanaka. Sementara itu cangkang telur, putih telur, dan kuning telur dicipta oleh Sanghyang Wenang menjadi tiga bayi laki-laki pula yang masing-masing diberi nama Batara Antaga, Batara Ismaya dan Batara Manikmaya.

Setelah kelahiran ketiga cucunya tersebut, Sanghyang Wenang berniat turun tahta dan mewariskannya kepada Sanghyang Tunggal. Tidak hanya itu, Sanghyang Wenang juga menyatu ke dalam diri kepada Sanghyang Wenang. Sejak saat itu Sanghyang Tunggal juga dikenal sebagai Sanghyang Padawenang.

Beberapa tahun kemudian, Antaga, Ismaya, dan Manikmaya. Mereka mendengar berita bahwa Sanghyang Padawenang berniat turun tahta dan mewariskan kahyangan kepada salah satu di antara puteranya. Menanggapi hal itu maka terjadi lah persaingan antara Antaga dan Ismaya. Keduanya adu kekuatan untuk membuktikan siapa yang lebih pantas menjadi pemimpin kahyangan Tengguru.

Karena dalam pertarungan itu tidak ada pemenangnya, mereka memutuskan untuk adu kesaktian yaitu menelan sebuah gunung besar. Mulanya Antaga maju dan melahap gunung tersebut. Karena terlalu memaksakan diri, akibatnya ia menderita cacat. Mulutnya robek dan matanya melotot. Giliran Ismaya maju, ia dengan sabar ia memakan gunung itu sedikit demi sedikit. Selama berbulan-bulan ia tidak beristirahat namun berhasil memindahkannya ke dalam perutnya. Akan tetapi ketika hendak mengeluarkan gunung itu melalui duburnya, ia tidak berhasil. Hanya tertahan di pantat. Akibatnya sejak saat itu Ismaya memiliki badan yang bulat dan bermata sembab.

Sanghyang Tunggal marah begitu mendengar kedua ulah puteranya itu. Tahta kahyangan pun diwariskan kepada Manikmaya. Sedang Antaga dan Ismaya, masing-masing ditugasi untuk menjadi pengasuh keturunan Manikmaya dengan nama Togog dan Semar.

Setelah Manikmaya menjadi ahli waris kahyangan Tengguru, timbul rasa bangga dalam dirinya. Ia merasa dirinya paling tampan di banding kedua saudaranya. Sanghyang Tunggal tanggap akan hal ini, dan secara tidak sengaja ia mengutuk putera bungsunya itu kelak akan memiliki cacat empat macam. Manikmaya pun menyesal dan memohon ampun. Namun kutukan tidak bisa ditarik kembali.

Tiba saatnya Sanghyang Tunggal mengundurkan diri dan tinggal di kahyangan baru bernama Awang-awang Kumitir. Batara Manikmaya kemudian menjadi penguasa kahyangan Tengguru.

Sumber

Post a Comment (0)
Waosan Sakderengipun Waosan Saklajengipun