Pada suatu ketika, Sri Maharaja Dewa Buda melihat cahaya memancar di laut selatan. Setelah didatangi, ternyata cahaya itu berasal dari seorang raksasa yang sedang bertapa. Untuk menguji tapa raksasa itu, Sri Maharaja Dewa Buda menghujaninya dengan berbagai macam petir. Namun sang raksasa tetap teguh tapanya. Sri Maharaja Dewa Buda lalu membangunkannya secara baik-baik dan mengatakannya bahwa tapanya telah berhasil.
Raksasa itu bangun dan mengaku bernama Begawan Danu. Ia bertapa dengan tujuan ingin menjadi anggota para Jawata. Sri Maharaja Dewa Buda mengabulkannya, dan membawa Begawan Danu ke Medang Kamulan Baru.
Akan tetapi, putera Begawan Danu yang bernama Prabu Danuka raja raksasa di Goa Gobraja salah paham dan mengira bahwa ayahnya itu ditangkap oleh Sri Maharaja Dewa Buda. Maka ia menghimpun pasukan dan menyerang Medang Kamulan. Perang pun terjadi. Para resi dan Jawata terdesak oleh pasukan raksasa. Menyadari itu Begawan Danu keluar dan menjelaskan duduk perkara kepada anaknya. Prabu Danuka sadar dan memohon ampun atas kesalahannya. Lalu ia menarik pasukannya untuk mundur dan kembali ke kerajaannya.
Ada seorang raksasa bernama Ditya Gopatana yang merupakan pembantu Prabu Danuka. Ia tidak ikut kembali ke goa Gobraja melainkan ingin mengabdi di Medang Kamulan bersama kedua anaknya yang bernama Cingkarabala dan Balaupata. Sri Maharaja Dewa Buda mengangkat Gopatana sebagai penjaga Pura sementara kedua anaknya menjadi penjaga gerbang.
Setelah pertempuran melawan Prabu Danuka tersebut, Sri Maharaja Dewa Buda memutuskan untuk membuat persenjataan baru. Yang ditugasi adalah Batara Ramayadi. Senjata baru itu diberi nama Keris. Ini lah pertama kalinya masyarakat Jawa mengenal keris.
Setahun kemudian Batari Umaranti menyusul sang suami ke tanah Jawa karena dihasut oleh Lembu Andini. Ia menyamar sebagai seorang laki-laki bergelar Sri Maharaja Durga. Para bidadari yang menyertainya juga menyamar sebagai para lelaki. Termasuk Dewi Sati yang menjadi patih bergelar Raja Satya. Kemudian mereka menduduki bekas kerajaan Medang Kamulan di Gunung Kamula, dan menamakan kerajaannya sama dengan yang di Gunung Mahendra yaitu Medang Kamulan.
Sri Maharaja Dewa Buda di gunung Mahendra mendengar berita tersebut dan segera mengirim pasukan untuk menghukum Sri Maharaja Durga. Pertempuran pun terjadi. Pada mulanya pasukan Gunung Mahendra terdesak. Namun setelah Sri Maharaja Dewa Buda turun sendiri, barulah pihak Gunung Kamula terdesak dan pasukannya kembali menjadi bidadari. Pada akhirnya Sri Maharaja Dewa Buda berhasil membongkar penyamaran istrinya itu.
Batari Umaranti memohon ampun dan mengaku telah dihasut oleh lembu Andini. Lalu Sri Maharaja Dewa Buda memanggil Lembu Andini untuk menghadapnya. Ketika ditanya, Lembu Andini hanya diam tak bisa menjawab. Maka Sri Maharaja Dewa Buda pun menghukum Lembu Andini yang akhirnya berubah menjadi pelangi. Batari Umaranti kemudian dibawa ke Gunung Mahendra sebagai permaisuri bergelar Dewi Maheswari.
Sri Maharaja Dewa Buda mendengar Ditya Gopatana mempunyai anak yang berwujud sapi yang mirip dengan Lembu Andini. Namun sapi ini berkelamin jantan dan bernama Lembu Andana. Berbeda dengan Cingkarabala dan Balaupata yang lahir dari Dewi Amatri, Lembu Andana lahir tanpa ibu. Ia tercipta dari rasa sedih Ditya Gopatana.
Sri Maharaja Dewa Buda mengirim pasukan untuk menemui Lembu Andana dengan tujuan menjadikan dirinya sebagai pengganti Lembu Andini. Namun Lembu Andana menolak dan berhasil mengalahkan pasukan Medang Kamulan. Sri Maharaja Dewa Buda akhirnya datang sendiri dan beradu kesaktian. Lembu Andana kalah, dan memasrahkan dirinya untuk menjadi pengganti Lembu Andini. Namanya dirubah menjadi Lembu Andini.