Serat Paramayoga: Kisah Sri Maharaja Dewa Buda

Seratus tahun telah berlalu sejak tanah Jawa diisi oleh Mpu Sangkala. Pada mulanya masyarakat Jawa menjalani hidup dengan baik dan tertib. Namun lama kelamaan mereka larut dalam kesibukan pekerjaan saja, melupakan persembahan kepada Tuhan yang telah memberikan semuanya kepada mereka. Kehidupan mereka tak beda seperti binatang yang hanya berburu untuk mencari makan. Tidak ada tata aturan yang mengatur kehidupan mereka.

Batara Guru di Kahyangan Jonggring Salaka menjadi prihatin melihat hal ini. Maka ia memutuskan untuk pergi ke tanah Jawa mengajarkan kembali tata cara menyembah Tuhan. Ia menyamar sebagai pandita yang bergelar Resi Mahadewa Buda sedangkan masyarakat Jawa menyebutnya sebagai Sang Jawata yang artinya guru orang Jawa.

Resi Mahadewa Buda kemudian mendirikan candi sebagai tempat pamujan di sebelah barat Gunung Candramuka dan Gunung Candrageni. Bangunan batu ini sangat besar dan diberi nama Candi Marabuda.  Hal ini ditiru oleh rakyatnya. Sejak itulah banyak yang mendirikan sanggar sebagai tempat ibadah. Inilah pertama kalinya masyarakat di Pulau Jawa mengenal tempat ibadah.

Empat puluh tahun kemudian Resi Mahadewa Buda mengangkat dirinya sebagai raja yang menguasai seluruh tanah Jawa. Ia bergelar Sri Maharaja Dewa Buda, dan patihnya bergelar Resi Narada. Ibukota kerajaannya berada di kaki Gunung Kamula (Gunung Pangrango) dan diberi nama Kerajaan Medang Kamulan. Ini adalah kerajaan pertama yang ada di Pulau Jawa.

Sri Maharaja Dewa Buda memerintah sebagai seorang raja sekaligus hakim. Ia juga menggunakan kesaktiannya untuk mengabulkan permintaan rakyatnya. Misalnya seorang yang tunanetra bernama Sena yang meminta agar diberi mata yang lebar, karena saat lahir ia tidak mempunyai bola mata. Ketika permintaan itu dikabulkan ternyata Sena menderita karena matanya mudah terkena debu. Lalu Sena meminta agar diberi mata yang sempit. Setelah dikabulkan ternyata mata yang sempit mudah silau. Akhirnya ia meminta agar matanya dibutakan kembali.

Sri Maharaja Dewa Buda mengabulkannya dan menasehati Sena agar ia menjadi seseorang yang bersyukur. Karena segala sesuatu itu telah dibuat sesuai dengan perbuatannya di masa lampau. Sena pun menyadari kesalahannya. Setelah kembali ke rumahnya, ia menjadi orang yang waskita dan bijaksana sehingga banyak orang yang meminta nasihatnya.

Enam tahun lamanya Sri Maharaja Dewa Buda bertahta di kaki Gunung Kamula. Ia kemudian memindahkan istananya ke Gunung Mahendra (Gunung Lawu). Gunung ini tidak lain adalah bekas kahyangannya sewaktu mengungsi dulu, yaitu Kahyangan Arga Dumilah.

Sri Maharaja Dewa Buda bertahta di Medang Kamulan yang telah dipindah ke Gunung Mahendra. Kekuasaannya tidak hanya meliputi bangsa manusia saja, melainkan juga menguasai bangsa hewan, gandarwa dan raksasa.

Sumber

Post a Comment (0)
Waosan Sakderengipun Waosan Saklajengipun