Pada suatu hari Mpu Sangkala didatangi utusan Sultan Galbah yang memintanya untuk segera memimpin pengisian kembali Pulau Jawa dengan penduduk manusia. Kali ini Sultan Galbah memerintahkannya untuk mencari penduduk yang tinggal di daerah panas seperti pulau tersebut.
Maka berangkatlah Mpu Sangkala ke Tanah Hindustan untuk membawa penduduk dari sana. Atas izin Batara Guru yang dipertuhankan orang-orang Hindustan, Mpu sangkala pun memperoleh 1500 keluarga dari Negeri Keling lengkap dengan membawa perabotan rumah tangga dan hewan ternaknya. Selain itu ia juga mendapat bantuan dari ketiga adiknya yang bernama Mpu Bratandang, Mpu Braruni, dan Mpu Braradya. Kemudian mereka berangkat melalui pulau Selakandi (sekarang disebut Srilanka), Hindia Belakang, dan Siam. Dari perjalanan itu, jumlah mereka setibanya di Pulau Jawa menjadi 20.000 keluarga.
Saat itu Pulau Jawa masih kacau akibat pengaruh tumbal yang dipasang sebelumnya. Maka Mpu Sangkala memutuskan untuk mampir dahulu di Pulau Baruni. Tujuannya adalah menetap sementara di sana hingga Pulau Jawa menjadi tenang. Sepuluh hari kemudian mereka berangkat ke Pulau Jawa dalam dua kelompok. Satu kelompok menuju Pulau Jawa melalui Pulau Bawean, sedang yang lain melalui Pulau Pawiniyan. Namun di kedua pulau itu masing-masing dari mereka banyak yang tewas akibat penyakit dan digigit binatang buas. Mpu Sangkala memutuskan untuk menggabungkan kelompok Pawiniyan menjadi satu dengan kelompok Bawean. Ternyata, yang tersisa hanya 11.173 keluarga.
Untuk mengembalikan jumlahnya menjadi 20.ooo, Mpu Sangkala mengirimkan adiknya untuk mencari tambahan penduduk dari Pulau Baruni dan Pulau Makassar. Akhirnya terkumpul 20.003 keluarga. Mereka kemudian membagi diri menjadi empat kelompok dan mulai mengisi Pulau Jawa dari empat penjuru yang masing-masing dipimpin oleh Mpu Sangkala dan tiga adiknya. Sebagian menuju Gunung Rajabasa (sekarang Pulau Sumatera), sebagian menuju ke Gunung Kanda (sekarang Gunung Kendeng, dekat Rembang), sebagian menuju Gunung Kidul dan sisanya menuju Nusabarong (dekat Probolinggo).
Masing-masing kelompok itu mulai membuka lahan untuk mendirikan pemukiman. Mpu Sangkala kemudian mengangkat sepuluh orang yang terampil sebagai muridnya. Yaitu bernama Mpu Jangga, Wisaka, Kutastaka, Malipata, Wiswadana, Kurmanda, Kusalya, Anuwilapa, Suskadi, dan Sarada. Setelah memberi pengajaran dan cukup ilmu kepada mereka untuk disebarluaskan kepada penduduk, Mpu Sangkala pun kembali ke Negeri Rum. Sedangkan ketiga adiknya kembali ke Hindustan.
Sepeninggal Mpu Sangkala, para penduduk Pulau Jawa setiap tahun membuka hutan dan pegunungan. Antara lain Gunung Rajabasa, Gunung Bangsa (Gunung Kidul di Jawa Tengah), Gunung Marapi (Sumatera), Gunung Indragiri, Gunung Sambawa, Gunung Mahameru (Semeru), Gunung Kelud, Gunung Antarya, Gunung Nimma, Gunung Karang (Bali), Gunung Sigara, Gunung Wanapanta, Gunung Manikmaya, dan Gunung Ayang.
Sehari setelah membuka Gunung Kamula (Gunung Pangrango), Mpu Sangkala datang dari Rum untuk meninjau Pulau Jawa. Kedatangannya itu atas perintah Sultan Otto, putera dari Sultan Galbah. Dia juga membawa berbagai macam benih tanaman untuk disebarkan di Pulau Jawa. Ternyata orang-orang Rum yang ikut dalam rombongannya, tertarik untuk ikut tinggal di situ. Mpu Sangkala kemudian membuat perkampungan untuk mereka, dan menunjuk Tamus sebagai pemimpinnya. Setelah itu ia pun kembali lagi ke Rum.
Setelah melaporkan keadaan Pulau Jawa kepada Sultan Rum, Mpu Sangkala pergi bertapa ke tanah Lulmat. Di sana ia mendapat Tirta Marta Kamandalu yang membuatnya ia hidup abadi. Peristiwa itu bersamaan dengan orang Jawa membuka Gunung Candrageni dan Gunung Candramuka.